Tuesday, December 29, 2009

Makna Kode Etik Jurnalistik


Dalam menjalankan kewajibannya sebagai seorang jurnalis wartawan harus memenuhi kode –kode etik jurnalistik dimana kode etik itu adalah penuntun langka insane pers agar agar tetap berada pada alur yang benar. Sebelum menuju tahapan bagaimana seorang wartawan itu mengamalkan kode etik jurnalistik yang dispakati bersama ada baiknya jika kita mengartikan makna kata kode etk itu satu persatu hingga nanti akan ada sebuah pemahaman bersama terkait kode etik jurnalistik ini.

Kode etik Jurnalistik, masing-masing suku katanya mempunyai makna dan artian yang berbeda kata eti, berasal dari kata “etiquet’ yang dalam behasa Ingrhris berrarti sopan santun atau selembar kertas yang ditempatkan dalam benda. Sedngkan kata “Etika’ berasal dari bahasa yunani yang berarti, watak atau moral. Dari pengertian ini pada akhirnya etika dewasa ini dikenal sebagai : “ Prinsip-prinsip atau tatanan perilaku yang baik dari suatu kelompok masyarkat tertentu yang bersumber dari keahlian, moral atau hati nurani masyarakat tersebut.”

Sedangkan kode berasal dai bahasa inggris “code” . Pngertian dasarnya adalah himpunan ketentuan atau peraturan atau petunjuk yang sisitematis. Dari gabungan pengertian kedua kata itu, akhirnya kode etik dapat diatikan sebgai : Himpunan atau kumpulan etika. Maka kode etik jurnalistik bermakna himpunan etika dibidang jurnalistik.

Secara esensial kode etik tiap organisasi jurnalistik yang ada di Indonesia berbeda, mungkin kita bisa melihatnya bukan hanya dalam perusmusannya namun juga pada pandangan sikap pers terhadap suatu masalah, semisal terhadap kepentingan nasional, ada organisasi wartawan yang dalam kode etik jurnalistiknya secara tegas dan terang-terangan mencantumkan kepentingan nasional bangsa Indonesia sebagai salah satu etika yang harus ditaati anggotanya. Paham sebaliknya di anut oleh organisasi Pers lain, namun saya yakin ada benang merah yang kuat diantara kode etik-kode etik tersebut jika kita runut dan pahami lebih lanjut. Semisal kita menengok pada kerangka jiwa kode etik Jurnalistik, tang di lahirkan pada 14 maret 2006 oleh gabungan 29 Organisasi pers dan ditetapkan sebagai kode etik jurnalistik baru yang berlaku secara nasional melalui putusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 tanggal 24 maret 2006,misalnya mengandung sedikitnya empat asas yakni

1. Asas Demokratis

2. Asas profesionalitas

3. Asas Moralitas

4. Asas Supremasi Hukum



Dalam seperempat abad tahun terakhir ini Kode etik Jurnalistik selalu menjadi landasan dan perameter yang paling dibanggakan dan diandalkan dalam kasus-kasus yang terjadi di Dunia Pers, namun ironisnya terkadang memang Kode Etik ini malah tidak diketahui sama sekali oleh para pelaku Jurnalistik.


Paling tidak pelaku jurnalistik ini harus benar-benar memahami apa yang menjadi nilai “Ideal” dalam melakukan tugasnya, Kode etik Jurnalistik adalah pandangan koral, pegangan, sandaran dan kekuatan hokum bagi pelaku jurnalistik, dengan tidak paham dan tunduknya pelaku jurnalistik akan kode etik jurnalis, berarti pelaku jurnalistik telah menghianati kepercayaan public yang diberikan kepada Pers?


Terlalu dramatis kah? Saya rasa tidak, karena Kode etik ini merupakan landasan kebebasan Pers, ketika Pers melanggarnya atau bahkan tidak memahami kode etik jurnalistik ini maka, bagaimana Insan pers akan melakukan tindakan-tindakan jurnalismenya, landasan apa yang diapakai untuk bergerak, Wartawan butuh dasar dan landasan yang kuat agar ia tetap bisa menjalankan tugasnya dengan maksimal, dan tetap menjunjung kebenaran dalam beritanya dengan memahami kode etik jurnalistik dan Elemen-elemen jurnalistik.


elemen Jurnalistik Menurut KoVach


Jurnalistik sampai saat ini masih dianggap sebagai sumber informasi yang paling akurat di masyarakat, Opini public dengan mudah dapat dibentuk melalui sebuah tulisan dan rekaman media, focus pikiran public hasil pengaruh dalam jurnalistik akan mempengaruhi perilaku mereka, Pengaruh jurnalistik halus dan hampir tidak berasa namun efeknya akan luar biasa.

Jurnalistik dan media, ada benang merah yang mengikat keduanya agar berjalan beriringan, Jurnalistik sendiri memerlukan media untuk mengungkap fakta dan realita begitu juga media ia tidak akan berarti apa-apa tanpa jurnalistik di dalamnya, ia seperti wadah kosong. Keinginan untuk melayani publik dengan informasi yang berkembang merupakan hasrat dari semua manusia, semua manusia bisa menjadi jurnalis, namun tidak semuanya bisa menjadi jurnalis yang baik.

Untuk menjadi seorang journalist yang baik ada Sembilan elemen jurnalistik yang ditulis oleh Bill kovach dan Tom Rosentiel sebagai pematok jalannya jurnalistik internasional. Sayangnya jurnalistik yang berjalan sekarang sudah mulai “berselingkuh” dengan politik, bisnis dan sebagainya. Elemen jurnalistik juga bisa dibilang sebagai batasan sejauh mana jurnalist menjalankan tugas-tugasnya.

Sebagai sebuah jembatan informasi media dalam menjalankan kewajiban dan kinerjanya harus berada dalam sebuah garis lurus keterikatan Elemen-elemen jurnalistik juga kode-kode etik yang berada di dalamnya.

Kisah awal bermulanya kemunculan Sembilan elemen jurnalisme berawal ketika para pakar jurnalistik tidak menyadari pada dasarnya apa pekerjaan mereka, untuk apa, bagaimana, harus seperti apa, hingga pada akhirnya terkumpulah Sembilan elemen jurnalistik yang sampai saat ini masih menajdi dominasi penuntun pelaku jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya.

Sembilan elemen jurnalisme menurut Bill Kovach :

1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran

2. Loyalitas utama jurnalisme adalah kepada warga

3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verivikasi

4. Para praktisisnya harus menjaga independensi terhadap sumber berita

5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan

6. Jurnalisme harus menyediakan forum public untuk kritik maupun dukungan warga

7. Jurnalisme harus berupaya membnuat hal pentinng dan menarik dan relevan

8. Jurnalisme harus menjaga agar berita komperhensif dan proporsional

9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.(Kovach & Rosentiel, Sembilan elemen Jurnalisme 2003: 6)

Dalam Sembilan elemen diatas terlihat bagaimana kiprah jurnalistik dalam menyajikan sebuah informasi yang ditujukan pada warga. Betapa sebuah berita itu harus berimbang, itu dalam tataran teori yang dipelajari, namun di luar dalam tataran nyata seorang journalist cenderung mempunyai keberpihakan–keberpihakan tertentu akan sebuah masalah, kadang ada yang berkilah keadilan itu milik Tuhan saya manusia hanya bisa mengupayakannya, seperti itu ?


Dalam sebuah bisnis media dimana siklus jurnalistik berada didalamnya, terbentuk sebuah pertanyaan, apakah media dalam lingkaran bisnis itu ataukah bisnis yang berada dalam lingkaran media, Pada dasarnya Jurnalistik bisa dikatakan sebuah pemuas rasa ingin tahu publik melalui informasi yang di sajikannya, Dalam kaidah elemen jurnalistik diprioritaskan pada nomor urut satu, Kewajiban utama seorang journalis adalah pada kebenaran. Lalu kaitan dengan berita yang disajikan? Saya yakin semua berita yang disajikan adalah benar, tidak mungkin seorang jurnalis akan membuat berita yang terkotak, dalam artian tanpa mencari data yang falid. Akan tetapi masalahnya kebenaran sebuah berita itu bisa dimunculkan dalam artian pandangan dan keberpihakan perusahaan yang membawahi media tersebut condong ke pihak yang mana, jika pada dasarnya Perusahaan condong kepada pihak “A” semisal, lalu pihak “A” ini melakukan sebuah kesalahan atau hal buruk yang menyangkut imagenya dimasyarakat maka medianya akan cenderung meminimalisir penulisan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pihak “A”. Kebenaran dalam artian yang mana? Mungkin jawabannya akan begitu abstrak, karena setiap masyarkat, setiap manusia, setiap ras, suku, dan Bangsa akan mempunyai persepsi kebenaran yang berbeda-beda, kebenaran semacam apa yang dimaksud oleh Bill kovach, benarkah ia adalah kebenaran filosofis? Tentu tidak, kebenaran dalam elemen ini adalah kebenaran yang berada dalam tataran fungsional, semisal polisi menangkap pelaku kriminal dikarenakan polisi mencari data dengan kebenaran fungsional, begitu juga Jurnalis yang ditegakkan adalah kebenaran fungsional, lapis demi lapis.. Media selalu menulis kebenaran tapi untuk siapa?


Jawabanya masyarakat, dan itu sudah pasti sebagai mana dalam Sembilan elemen jurnalistik yang tertulis bahawa Loyalitas utama jurnalistik adalah pada Warga. Pada kenyataannya Jurnalis saat ini terkotak-kotak, mendukung dan loyal pada pimpinan medianya pada siapa pimpinan medianya loyal maka akan kearah itu si media melakukan loyalitasnya, ini yang saya anggap sebagai sebuah benturan idealitas dengan realitas yang ada pada saat ini, bukan menyalahkan seorang journalis yang melakukan hal tersebut tapi sepertinya realitas-realitas yang terjadi dalam keseluruhan media seperti itu.


Lepasnya kontrol pemerintah menjadikan sebuah media menjadi sangat Independen, namun dengan independensi yang dimiliki oleh media apakah benar bisa membuat media benar-benar menjadi berimbang dan netral, ataukah hanya akan menajdi lahan bisnis dan kapitalisasi?.


Dalam era kebebasan yang kita nikmati saat ini, hampir semua orang bisa menciptakan media. Melalui apapun sarananya publik bisa melakukan tindakan jurnalisme, namun ketakutan akan tumpulnya kritisme, masih ditakuti, bukan karena peran pemerintah yang mulai melakukan control jurnalisme lagi namun jurnalisme yang akan berlandaskan kapitalisasi bisnis, yang ditakutkan Jurnalistik hanya akan dijadikan alat untuk memperkuat akar bisnis dan rantainya, bukan informasi yang sebenar-benarnya pada publik.


Ada sebuah mitos bahwa Jurnalisme ideal tidak akan bisa bertahan hidup dalam situasi global seperti sekarang, benturan-benturan realitas memang harus dihadapi para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, seorang jurnalis yang memang mempunyai berbagai sisi bukan hanya ia sebagai, profesionalitas, loyalitas dan independensinya, akan tetapi sisi kepriadian dan kehidupan sehari-harinya, ia juga orang yang mempunyai keluarga, kehidupan yang akan berkelanjutan dan sebagainya. Salahkah saya jika saya mengatakan bahwa memang ini realitasnya yang terjadi dimana seorang jurnalis saat ini masih merasakan pengukungan dalam tubuh media itu sendiri.


Namun jika kembali pada pertanyaan untuk apa jurnalistik itu harus ada? Banyak alasannya, Jurnalistik ada untuk memenuhi hak-hak warga Negara, Jurnalisme ada untuk demokrasi, Jurnalisme ada untuk jutaan orang yang terberdayakan arus informasi bebas, Menjadi terlibat langsung dalam menciptakan pemerintah dan peraturan baru untuk kehidupan politik, social, dan ekonomi negeri mereka.(Kovach & Rosentiel, Sembilan elemen jurnalisme 2003: 11).


Seharusnya jurnalisme ada untuk itu namun dengan pergeseran dan perkembangan dunia saat ini jurnalistik tidak hanya berfungsi untuk hal-hal diatas, namun jurnalistik terkadang digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi kebijakan, Jurnalistik sebagai hiburan dan sebagainnya. Elemen jurnalistik masih tetap dipakai namun sudah Nampak adanya pergeseran-pergeseran fungsi jurnalistik dalam kenyataan saat ini.


Jurnalisme adalah pemantau kekuasaan namun perselingkuhan politik dan media saat ini bukan hal yang blur lagi sudah Nampak jelas bahwasanya media dimana jurnalistik di dalamnya digunakan sebagai alat pemerolehan kekuasaan, karena pada dasarnya media memang milik “orang-orang” itu.


Siapa yang disalahkan? Tidak ada semua terjadi karena situasi yang ada mendukung untuk melaksanakan hal tersebut, hanya saja dalam elemen jurnalistik ini point terkahir dijelaskan bahwa Jurnalis diperbolehkan mendengar hati nuraninya, ia juga bahkan boleh membuat sebuah berita yang membuat public mengerti bahwa berita itu tidak benar-benar independen, jika memang berita yang diminta oleh atasan sang wartawan memihak atau menyudutkan pihak-pihak tertentu.


Pola kehidupan jurnalis akan selalu penuh warna, bukan hanya putih saja, itu yang membuat para jurnalis peka nuraninya, seorang jurnalis akan membuat berita dengan fakta yang ada, jurnalis ada bukan sebagai hakim, tapi sebagai penjunjung kebenaran.


Sunday, December 27, 2009

JODOH….



Siapa sih di dunia yang luas ini tidak menginginkan ada yang mendampingi hidupnya? Ada yang mendengar keluh kesahnya, setiap orang pasti menginginkan hal itu, tidak satu orangpun di dunia ini mau hidup sendiri dan itu sudah di kemukakan oleh aris toteles, manusia,,, makhluk yang tidak mampu hidup sendiri.

Apalagi bagi seorang wanita, keberadaan pendamping hidup disampingnya menjadi suatu dambaan yang berarti, mimpi yang jangan ternodai. Mendefinisikan Jodoh apakah hanya sebatas pendamping?apa ia hanya sebatas yang mendengarkan kita untuk berkeluh, jodoh kita itu pastinyakan manusia juga… saya yakin, ia juga punya keluh kesah, lalu bagaimana jika keluh kesahnya lebih sulit daripada kita? Bagaimana kalau dia nantinya lebih “manja’ dari pada kita?

Apa tidak merepotkan..????



Lalu ia datang, bagai hembusan angin yang menyejukan,,, sampai waktu inipun aku tidak mengerti apakah dia garis jodohku, kata orang jodoh itu mirip… dan sejak pertama kali akau bertemu dengannya, aku merasa kok aku mirip ya sama itu laki-laki… hm.m.m apakah aku salah lihat ataukah aku yang hanya memirip-miripkan….?

Awalnya dalam hidup yang indah ini aku yakin tidak akan terjebak dalam senyumannya, aku tidak akan jatuh dalam indah suaranya, tapi akhirnya kesombongan itu pupus, pada lamabaian simponi jingga yang bermakna. Kesombungan itu terkikis oleh rasa yang tiba-tiba membuat aku seperti sinar mentari… Cerah.

Ia datang pada saat hati ini kosong, saat hati lemahku rapuh dan butuh penopang, salah kalau aku membiarkannya mengisinya?
Haaa? Apa kata kalian??
TIDAK…


Ia tidak pernah memintanya, ia tidak pernah mengetuknya, aku yang membiarkannya mengisi kekosongan itu dengan lagu-lagunya, agar hati ini tidak lagi sunyi, tapi aku takut…
Ia akan sama seperti makhluk-makhluk pemimpin yang lain… yah..kata orang-orang laki-laki itu pemimpin… dan dia, dia adalah laki-laki
Pemimpin…
Calon pemimpin..


Ada kegelisahan yang aku rasakan, dia masih juga tidak bergeming, masih kukuh..dan diam… Tuhan apakah aku tidak pantas untuknya??

Surat Pada Seorang ayah


Awal bulan yang mmenyakitkan untukku… betapa aku harus menghadapi lagi kata-kata yang menyakitkan..begitu menyakitkanku… aku tahu maksud kata-kata itu, aku mungkin percaya pada orang yang salah..Ataukah semua ini memng salahku??


Ya Allah..!!! aku sudah tidak mengerti lagi cara apa yang mampu membuatnya menegrti perasaanku… aku kira hanya dia orang satu-satunya perduli padaku..aku kira Dia memberikan kepercayaan ini seutuhnya tapi kata-kata itu membuatku berpikir.. ia sudah muak dengan aku.. ia sudah lelah.. aku benar-benra lepas dari tali itu dan ia dengan rela nya melepasku begitu saja.. tanpa ia berpikir..betapa berharganya uluran itu padaku…ia tidak mengerti Ia benar-benar satu-satunya yang aku miliki sekarang…tanpa dia… apa yang bisa aku lakukan???


Akhirnya kau sadar… aku sekarang benar-benar sendiri… sendiri..tanpa siapa-siapa… aku yakin aku tidak akan mampu pak… tolong aku Tuhan… katakana padanya apa yang aku rasakan… dengan apapun aku akan lakukan asalkan ia bisa kembali lagi seperti ayahku yang dulu…



Tuhan… yakinkan ia aku aku rela.. aku rela melepas kebahagianku demi membahagiakannya… kenapa ia berpikiran bahwa aku begitu keras kepala..?? Bapak… aku mohon… jangan lepaskan aku..aku mohon…
Tuhan… apa yang harus aku korbankan lagi… aku bahagia bersamanya… tapi tanpa bapak??? Aku tidak mungkin bisa… Bapak adalah orang yang sangat aku sayangi TUHAN..!!! kenapa ia tega berucap seperti itu…???


Apakah aku masih putrinya asihkah aku dianggap itu?? Atau aku sudah tergantikan??? Sejak kepergianku??
Tuhan… aku tahu engkau akan menciptakan hati yang kuat dari semua serpihan ini…. Biarkan aku menatanya lagi…


Tuhan Hati ini sudah terlampau lelah… Jalan ini begitu berliku… Biarkan aku menyebranginya Tuhan… berikan pintu bahagia di ujung sana..

Berikan kesabaran padaku.. Tuhan..
Jangan kau biarkan aku terlena… biarkan aku tetap berjaga Tuhan… Luka kali ini benar-benar perih… aku tidak pernah tahu kapan sembuhnya… Ayah… aku tahu aku tidak sesempurna yang kau pinta…


Aku tidak sepintar yang kau mau..
Aku tidak sehebat yang kau inginkan..
Namun hati ini tetap mencintaimu…
Mulut ini tetap berdo’a untukmu…


Apa yang kau pinta Yah…??? Katakan padaku… akan aku lakukan ddemi melihat tawamu lagi… meski kau tak akan mengerti… ia juga begitu berharga untukku… pilihanku… jika katamu tidak tepat… Aku putrimu… Jalan hidupku kadng memang telah kau ataur di telapak tanganmu… Maafkan aku Pak.. Jika aku belum bisa mnjad putri kebangganmu.. Maafkan aku Pak.. Jika aku belum pernah bisa membuat Kegmbiraan di hatimu..


Awal desember'09